Dear Readers, Dear Team...
I write this letter to Sinta Ridwan, "Berteman dengan Kematian" writer. One of my favourite novels.
Dear Sinta Ridwan,
I’m one of your
“Berteman Dengan Kematian” readers. Perkenalkan, panggil aja aku Naya. Ketika
membaca novel kamu, aku hanya “melumat” nya 4 jam saja. Bahasa yang kamu pakai
sederhana dan mengalir. Seperti membaca buku diary milik teman lama. Oya, aku
juga sangat suka puisi-pusi Si Hidup. Kamu sangat pandai membuat puisi, Sinta.
Ah, kenapa ya aku
tiba-tiba ingin menulis surat ini padamu? Sesungguhnya, aku ingin berterima-kasih
padamu yang telah berbagi kisah hidupmu. Tak ada yang kamu tutup-tutupi.
Hal-hal sulit yang telah kamu lewati. Banyak sekali yang bisa aku ambil dan
jadikan pelajaran-pelajaran, Sinta. Hidup kamu yang keras dan sering
dikecewakan orang-orang terdekat justru membentuk kamu yang punya pandangan
bahwa hanya kamu-lah yang dapat menghidupkan dan mengendalikan hidup kamu
sendiri. Bukan orang lain. Karena itulah sekarang aku punya cara pandang baru
lagi dalam memandang hidup dan kehidupan ini. Terima kasih ya, Sinta.
Setelah baca
buku kamu aku langsung googling tentang kamu, aku juga baca komentar-komentar
orang terhadap novel Berteman dengan Kematian di Goodreads. Memang betul kan,
kisah kamu menginspirasi banyak orang.
Aku pun menonton youtube kamu saat kamu didatangi oleh Andi F. Noya dan aku
ikut menangis bahagia bersama kamu saat
menontonnya. Team Kick Andy menyerahkan hadiah atas dedikasimu dalam
melestarikan aksara kuno pada program Kick Abdy Heroes 2012. Oya, aku pernah baca tentang kamu di Koran PR. Kamu banyak melakukan hal dengan passion-mu.
Menyebarkan informasi tentang aksara kuno bahkan kamu membuka kelas aksara kuno
gratis.
Hal yang
membuat aku sangat terenyuh adalah saat membaca bagian kamu membelikan kalung
buat ibu kamu, Sinta. Dengan pendapatan kamu yang terbatas sebagai waitress
paruh waktu, kamu tetap bisa memberikan sesuatu untuk Ibumu. Itu membuat aku
tertegun cukup lama dan bertanya sama diri sendiri, “ Apa yang sudah aku berikan pada wanita yang sangat aku sayangi dan
hormati?” aku baca, betapa kamu kecewa dengan beberapa hal yang sudah
dilakukan ibu kamu, tapi kamu tetap menghargai dan bahkan ingin membahagiakan
dengan memberikannya sesuatu di tengan keterbatasan kamu saat itu. Lagi, aku
menangis.
Satu hal yang
sangat membuat aku kagum dengan ketegaran kamu adalah kamu merahasiahkan
penyakitmu dari keluargamu. Mencoba menghadapinya sendiri lupus itu.
Bolak-balik berobat menyelusuri lorong-lorong rumah sakit hanya seorang diri.
Mungkin, aku tak bisa sekuat itu, Sinta. But,
You are! You are so tough.
Sekarang gimana
keadaan kamu, Sinta? Semoga “pil-pil” bahagia itu selalu dapat membuat si
serigala tertidur. Dan kamu bisa tetap melakukan ribuan hal menyenangkan.
Senang mengetahui kamu tengah berada di Perancis menyelesaikan studi S3-mu.
Well, Sinta.
Aku rasa sekian dulu ya email aku. Sekali lagi, terimakasih. Mungkin kamu gak
sadar bahwa Novel kamu sungguh sudah memberikan banyak kebaikan untuk aku,
salah satunya untuk tetap semangat menjalani hari-hari. Selalu tersenyum dan
bahagia.
Love,
Naya
NB: Btw, aku tuh se-angkatan
sama kamu di STBA Yapari ABA. Aku anak kelas B yang gak berorganisasi dan gak
pandai bergaul jadi kamu pasti gak kenal aku. Hehehe. NIM aku: 03. 111. 104.
*rada ga penting bgt info ini. Hahahaha.
Berteman dengan
kematian adalah novel true story yang ditulis Sinta Ridwan tentang kehidupannya.
Masa-masa asa kuliah menjadi masa menghadapi kenyataan bahwa Sinta mengidap
penyakit lupus. Penyakit kelainan darah yang menyerang kekebalan tubuh. Sinta
melalui masa kecil yang yang berat tetapi itu tidak menjadikannya putus asa.
Merantau ke kota Bandung dan memilih meninggalkan Cirebon yang terlalu
memberikan banyak kenangan pahit membuat Sinta menjadi pejuang sendirian.
Setelah menyelesaikan
S1 di jurusan Bahasa Inggris STBA Yapari, S2 jurusan Filologi UNPAD, sekarang
Sinta sedang merampungkan S3 di Perancis. Penyakitnya tidak menjadi penghalang
akan keinginannya untuk melakukan banyak hal. Sinta memilih mengubah cara
pandangnya dalam menghadapi penyakitnya dan itu justru menjadi ‘obat’ mujarab.
Senyum dan bahagia adalah obat mujarab itu. Selain “Berteman Dengan Kematian.”
She’s one of my inspirational writing. She
writes with heart. Tapi sayang, sekarang Berteman dengan Kematian hanya dijual
online dengan memesan kepada Penerbitnya. Selain tentang kisah hidupnya, lewat
novel tersebut kita pun akan mendaptakan informasi mengenai apa lupus itu.
~Naya
:: tissue...tissue...mana tissue...huuhuhuhuhu...
ReplyDeleteSaya pernah mendengar kisah tersebut melalui dosen, bahkan katanya dia lah orang yang satu-satu nya konsisten menjaga agar keutuhan aksara tradisional. May God! Salut pisan lah sama orang yang minoritas, sebab jumlah boleh sedikit, tapi soal kualitas, sepertinya tidak patut dipertanyakan lagi. Terimakasih banyak ya Teh atas sharing kisah dari tokoh favorit teteh...sungguh memberi inspirasi. Saya jadi kesentil karena justru saya yang sehat, bugar, montok dan berisi ini, malah kadang-kadang malas dan tidak maksimal dalam satu bidang. Tapi setelah baca kisah ini, saya tidak mau kalah. HARUS SEMANGAT !!!!
Thanks ya Teh...
@iicoet
baru pertama denger teh Sinta Ridwan #kemana aja risss... makasih teh surat yang menginspirasi
ReplyDelete-Risa-
Alhamdulillah.. iya sama2 yaa. Kita doain teh sinta jg yuk smoga terus sehat. Aamiin.
ReplyDelete~Naya