“Entah
feeling atau apa.. hanya saja perasaanku mendadak sangat tidak nyaman saat itu.”
...............
Sewaktu
aku kecil aku pernah mengalami kejadian yang amat lekat di memoriku. Kejadian
yang masih menjadi trauma bagiku. Saat itu, aku sedang naik motor dengan kedua orangtuaku. Karena sebuah kecelakaan kecil, motor yang dikendarai ayahku hampir saja masuk ke dalam
jurang. Detik-detik yang menegangkan dalam hidupku, dan aku pun sangat
bersyukur karna aku bisa selamat.
...............
Sore
itu perasaanku senang sekali karena akan mengikuti acara Tadrib. Tadrib adalah
acara yang diadakan oleh CMA (organisasi rohis di sekolaku). Tadrib diadakan
sekali setahun dan biasanya kita pergi camping ke gunung. Lokasi campingnya di
Batu Kuda, ya tak terlalu jauh juga karena masih di daerah Bandung.
Setelah
selesai pengarahan, kami pun berkemas dan memasukkan barang-barang kami ke
dalam angkot. Ya! Kita pergi ke Batu Kuda naik angkot bersama. Sekitar 5 angkot
sudah di booking untuk perjalanan kami kesana. Entah feeling atau apa.. hanya
saja perasaanku mendadak sangat tidak nyaman saat itu. Perasaanku yang senang
tadi tiba-tiba diselimuti rasa khawatir. Teman-temanku sudah masuk angkot.
Mereka lebih memilih duduk paling ujung, bahkan berebutan untuk mendapatkan
kursi yang paling ujung. Sedangkan aku? Aku lebih memilih untuk duduk dekat
pintu. Setidaknya dengan duduk dekat pintu aku bisa lebih agak tenang.
Akhirnya
kami pun berangkat. Aku mencoba untuk menenangkan perasaanku. Tanganku mulai terasa
dingin. Dan aku hanya bisa beristighfar dalam hatiku. Tiba-tiba sebuah pertanyaan
terbesit di otakku. Aku melirik ke arah kakak kelasku yang duduk di hadapanku.
“Teh..”
Kataku dengan suara pelan.
“Ya?”
“Nanti
perjalanannya nanjak-nanjak ga?” Teteh
itu terdiam sejenak. Dalam hati aku menggerutu betapa anehnya pertanyaanku.
Semua orang yang ada di angkot tertawa gembira sambil menceritakan
lawakan-lawakan mereka. Sementara aku malah nanya hal konyol dengan muka yang
tegang.
“Ehm
ia.. tapi ga terlalu nanjak ko..”
Fyuuuhhh..
Perkataan teteh tadi membuat hatiku merasa sedikit tenang. Ternyata
keteganganku memang hanya bawaan trauma masa kecil ku terhadap jalan yang
menanjak. Akhirnya aku pun mencoba untuk senang bersama teman-temanku. Ikut
tertawa bersama dan nyanyi2 bersama. Walaupun hatiku masih tetap khawatir, tapi
aku terus mengatakan pada diriku. Jalannya
ga nanjak banget ko ris..
Perjalanan
kami semakin dekat dengan Batu Kuda. Suasana dalam angkot semakin berisik, dan
aku kembali terdiam lagi.
“Ssssstttt!!!
Jangan berisik nanti ganggu konsentrasi mang angkotnya.” Kata teteh yang duduk
di depan.
Seketika
keadaan menjadi sunyi. Tak ada yang berbicara ataupun tertawa. Ya, nampaknya
kita sudah dekat dengan gunung dan jalannya semakin menanjak dan
berkelok-kelok. Duh.. katanya ga nanjak
banget, tapi segini mah bagi aku udah nanjak banget.. Keluhku dalam hati.
Perasaan khawatirku yang sempat mereda kini memucak lagi saat ku melihat
pinggiran jalan adalah jurang. Aku terus beristigfar dalam hatiku. Aku terus
melihat jalanan yang semakin menanjak dan berliku. Di depan sana aku sudah melihat
tanjakan yang curam. Pak Supir semakin menancapkan gasnya untuk menghadapi
tanjakan yang curam itu. Tiba-tiba saat di tengah belokan yang menanjak, mesin
angkot itu mati. Keadaan menjadi panik. Pak Supir mencoba untuk menghidupkan
mesin namun hasilnya nihil. Aku pun semakin takut dan tegang. Pak Supir
akhirnya berteriak. “KELUAR! CEPET KELUAR!!” Aku pun sontak keluar dari angkot
itu tanpa memperdulikan barang-barangku yang ada di dalam angkot. Aku dan dua
orang temanku yang sudah keluar dari angkot itu mencoba menahan angkot agar tak
tergelincir kebawah. Aku pun berteriak dari luar. “TOLONG! TOLONG!.” Tapi
nampaknya tak ada yang mendengar teriakanku, walaupun ada warga sekitar yang
melihat namun mereka tak berani menolong. Tanganku yang mungil itu tak dapat
menahan angkot itu lebih lama. Angkot itu pun tergelincir ke bawah menuju
jurang. Temanku yang tadi sempat keluar dari angkot kini terlempar dan
terguling ke sisi jalan. Aku mendengar teriakan teman-temanku yang ada di dalam
angkot. Aku pun tak tau jurang itu sedalam apa, yang jelas jika angkot itu jatuh kesana pasti akan terguling dan hancur. Pikiranku seketika kacau dan yang ada di benakku adalah.. Apakah teman-temaku akan selamat??
BUK!!!
Terdengar
suara yang cukup keras dari sana. Sebuah pohon yang cukup besar telah menahan
angkot itu agar tidak masuk jurang. Entah keajaiban apa yang terjadi saat itu.
Mesin angkot itu kembali hidup dan Pak Supir membawanya menjauhi jurang. Alhamdulillah
.. Namun, ada satu hal yang terlupakan. TEMANKU! YA TEMANKU YANG TERGULING
TADI! Aku langsung menghampiri temanku yang sempat jatuh terlempar itu. Untung
saja dia hanya luka kecil dan masih dalam keadaan sadar. Aku memberikannya
tissue untuk membersihkan tangan dan wajahnya. Sungguh tak di percaya. Kita
semua selamat. Beberapa warga sekitar menghampiri kami, mungkin untuk sekedar
membantu dan menanyakan keadaan. Ternyata kata warga sekitar memang tanjakan
itu dikenal berbahaya karena banyak orang yang mengalami kecelakaan di tanjakan
itu. Tanjakan maut, begitulah aku menyebutnya.
Akhirnya
kami melanjutkan perjalanan kami dengan jalan kaki. Karena beberapa dari kami
ada yang masih shock dengan kejadian itu. Termasuk aku! Bagaimana tidak? Aku
pernah merasakannya saat aku masih kecil. Dan kini Tuhan telah menyelamatkanku
kedua kalinya dari peristiwa ini. Ya Allah Engkaulah sebaik-baiknya penolong.
Entah apa yang terjadi pada kita di masa yang akan datang.
Kalau saja Engkau
tak menumbuhkan pohon itu. Kalau saja Engkau tak mengarahkan angkot itu ke
pohon. Kalau saja Engkau tak menjadikan pohon itu sebagai penopang angkot kami..
Mungkin saja kami tak akan selamat.. Dan mungkin saja hari itu aku tak bisa
melihat senyuman teman-temanku lagi.. Aku sangat sangat bersyukur.. Terimakasih
Ya Allah.. Atas segalanya..
-Risa-